Memperbanyak Taubat
MEMPERBANYAK TAUBAT
Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc
وَعَنْ الأَغَرِّ بْنِ يَسَارٍ الْمُزَنِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ « يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللهِ، فَإِنِّي أَتُوبُ، فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ»، رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari al Aghar bin Yasâr Al Muzani Radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:Wahai sekalian manusia bertaubatlah kepada Allâh dan beristighfârlah, karena sesungguhnya aku bertaubat setiap hari seratus kali. [HR Muslim].
TAKHRIJ
Hadits ini dikeluarkan Imam Muslim rahimahullah dalam Shahihnya kitab ad-Dzikir Wad-Du’a Wal-Istighfâr Wat-Taubah pada bab Istihbâb al-Istighfâr wa istiktsâr minhu no. 2702 dari jalan Abu Bakr bin Abi Syaibah dari Ghundar dari Syu’bah dari ‘Amrû bin Murrah dari Abu Burdah dari al-`Aghar Radhiyallahu anhu.
BIOGRAFI SAHABAT
Al- Aghar bin Yasâr al-Muzani seorang sahabat Nabi dari kalangan Muhajirin yang memiliki riwayat terbatas dan tidak banyak. Beliau meriwayatkan hadits langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga meriwayatkan hadits dari Abu Bakar ash-Shidiq Radhiyallahu anhu. Diantara yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah Umar bin al-Khathâb Radhiyallahu anhu, Mu’âwiyah bin Qarah rahimahullah, Abu Burdah bin Abu Mûsa al-Asy’ari rahimahullah.
Tidak ada seorang ulama pun yang menjelaskan sejarah kehidupan dan waktu wafat beliau. [lihat al-Isti’âb Fi Ma’rifatil Ash-Hâb, ibnu Abdilbarr hlm 64-65 dan al-Ishâbah fi Tamyîz ash-Shahâbah, Ibnu Hajar hlm 64] .
PENJELASAN HADITS
Allâh Azza wa Jalla telah membuka pintu taubat kepada setiap Muslim dan menjanjikan pahala besar bagi orang yang bertaubat. Janji ini banyak disampaikan dalam al-Qur`an diantaranya pada surat al-Furqân dimana Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih; Maka itu kejahatan mereka diganti Allâh dengan kebajikan. dan adalah Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Furqân/25:70]
Hadits yang mulia ini memanggil seluruh manusia karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dan memanggil dengan ungkapan : “Wahai sekalian manusia!” Hal ini untuk membuka pintu dihadapan kaum musyrikin dan kafir untuk bertaubat dan kembali kepada fitrah mereka yang asli dan Islam menghapus yang sebelumnya. Apakah panggilan ini bisa sampai ke telinga orang-orang yang telah menjauhkan dirinya dari Allâh Azza wa Jalla , lalu telinga mereka mau mendengarkan panggilan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini? Apabila sampai dan mereka patuhi dan amalkan maka mereka akan selamat dari adzab yang pedih dan menyedihkan.
Bentuk perintah yang berisi anjuran bertaubat dan istighfâr dalam sabda beliau dihadits ini :
(تُوبُوا إِلَى اللهِ) menunjukkan kewajiban, sehingga bertaubat hukumnya wajib atas setiap orang, khususnya Muslim yang bermaksiat demikian juga pemeluk agama lainnya. Karena mereka diperintahkan untuk mengikuti Islam dan masuk kedalam Islam secara utuh.
Pengertian etimologi bahasa pada kata taubat tidak bertentangan dengan pengertian terminologi syariat, karena taubat dalam pengertian bahasa Arab bermakna kembali (ruju’) dan dikatakan: (تَابَ) dan (أَنَابَ) serta (آبَ) bermakna kembali. Orang yang bertaubat kepada Allâh dalam pengertian bahasa Arab dan syariat adalah orang yang kembali dari sesuatu kepada sesuatu. Kembali dari sifat-sifat tercela kepada sifat-sifat terpuji, kembali dari semua larangan Allâh menuju perintah-Nya dan dari kemaksiatan kepada ketaatan serta dari yang Allâh Azza wa Jalla benci kepada yang dicintaiNya.
TAUBAT MEMILIKI TIGA DERAJAT:
- Orang yang kembali dari kemaksiatan karena takut adzab Allâh dinamakan Tâ’ib (orang yang bertaubat).
- Orang yang kembali dari kemaksiatan karena malu dari Allâh Azza wa Jalla dinamakan Munîb (Inâbah)
- Orang yang kembali karena pengagungan Allâh Azza wa Jalla dinamakan Awâb. Ketiga derajat ini diterima disisi Allâh Azza wa Jalla .
Taubat dan istighfâr sama-sama kembali kepada amal shalih. Sedangkan sebagian ulama ada yang menyatakan: Taubat tidak sempurna kecuali dengan istighfar, berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. [Hûd/11: 3]
Seakan-akan istighfar adalah buahnya taubat atau jalan menuju taubat hingga taubat menjadi taubatan nashuha.
Ada juga yang menyatakan: Istighfâr adalah meminta maghfirah (ampunan), ada kalanya dengan lisan atau dengan kalbu atau dengan keduanya. Istighfâr dengan lisan bermanfaat karena lebih baik daripada diam dan karena orang yang beristighfâr dengan lisannya membiasakan dengan ucapan baik. Istighfâr dengan kalbu sangat bermanfaat, karena menegaskan kebenaran taubat dan menjauhkan pelakunya dari riya’ dan nifaq serta klaim tanpa dasar. Istighfâr dengan lisan dan kalbu lebih bagus, lebih tegas serta lebih menunjukkan kebenaran taubatnya, untuk ittiba’ (mengikuti) firman Allâh Azza wa Jalla :
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih; Maka itu kejahatan mereka diganti Allâh dengan kebajikan. dan adalah Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Furqân/25:70].
Penutup hadits ini ada penegasan dengan diidhâfahkan kepada huruf ya’ (mutakallim) dan orang yang bicara (al-mutakallim) adalah makhluk yang paling mulia, Nabi yang ma’shum dan penutup sekalian Nabi. Beliau dalam penegasan ini memberikan sebab perintah dan panggilannya yang wajib dilaksanakan dan direalisasikan. Beliaulah teladan dalam taubat dan istighfâr. Beliau tidak taubat dari sebab dosa, tapi menyambung istighfâr dan taubatnya dalam sehari seratus kali sebagai wujud syukur kepada Allâh, memuji penciptanya dan rahmat kepada ummatnya serta mengharapkan Allâh menerima taubat orang-orang yang bertaubat dan ampunan dosa semua pelaku maksiat sehingga sempurna pertolongan Allâh Azza wa Jalla kepada umatnya dan kembali Islam menjadi kuat dan mulia.
FAEDAH HADITS.
Hadits ini memberikan kepada kita beberapa faedah, diantaranya:
1. Kewajiban bertaubat dan beristighfâr bagi setiap Muslim. Apa bila seorang hamba bertaubat maka ia telah mendapatkan dua faedah:
- Melaksanakan perintah Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya
- Mencontoh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Syeikh Ibnu Utsaimin berkata: Jika manusia bertaubat kepada Rabbnya maka akan mendapatkan dua faedah :
Faedah pertama : Ia telah menjalankan perintah Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dan di dalam pelaksanaan perintah Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya terdapat banyak kebaikan. Orang yang menjalankan perintah Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Faedah kedua : Meneladani Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertaubat kepada Allâh sebanyak 100 kali dalam sehari, yaitu dengan berkata : “Aku bertaubat kepada Allâh, Aku bertaubat kepada Allâh.” (lihat Syarah Riyadhush-Shaalihin 1/98).
2. Dalam hadits ini ada perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertaubat dan beristighfâr dalam bentuk praktek dan contoh penerapannya. Hal ini menunjukkan kewajiban mencontoh dan meneladani Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah memerintahkan kita untuk bertaubat, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan: (Aku bertaubat kepada Allâh). Tampaknya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat kewajiban mencontoh Beliau. Allâh Azza wa Jalla sendiri memerintahkan kita untuk meneladani Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam firman-Nya:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allâh. [al-Ahzab/33 : 21].
Ibnu Katsir berkata: Ayat yang mulia ini adalah dasar penting dalam meneladani Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkataan, perbuatan dan keadaannya [Tafsir Ibnu Katsir 6/391].
Sudah jelas pengaruh besar mencontoh dan meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesuksesan dakwah dan kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
3. Ikhlas dalam taubat merupakan syarat diterimanya taubat. Siapa yang meninggalkan perbuatan dosa karena selain Allâh Azza wa Jalla maka tidak dinamakan bertaubat.
4. Diantara uslub dakwah adalah dengan panggilan dan perintah. Panggilan (Nidâ’) ada pada sabda Beliau : (يَا أَيُّهَا النَّاسُ). Cara ini termasuk bermanfaat karena bisa mendekatkan audiens kepada Da’i pada apa yang diinginkannya dan mengarahkan dakwah kepada mereka. Panggilan (nidâ’) dalam al-Qur`an termasuk cara yang banyak dilakukan dan diulang-ulang, seperti firman Allâh;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. [al-Hajj/22:77]
Demikian juga ada uslub perintah (al–Amr) dalam sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :تُوبُوا إِلَى الله
Yang menunjukkan perintah bertaubat dari kesalahan dan dosa. Uslub perintah merupakan uslub yang bagus dalam dakwah karena membawa para mad’u untuk komitmen dengan isi perintah. Uslub ini juga menunjukkan urgensi yang diperintahkan dan kewajiban melaksanakannya dan tidak melalaikannya. Uslub ini banyak diulang-ulang dalam al-Qur`an dalam banyak ayat.
5. Anjuran bertaubat, karena taubat adalah jalan keselamatan dan bukti kejujuran dan ruju’nya seorang hamba kepada Allâh Azza wa Jalla . Taubat adalah pokok ajaran Islam yang terpenting dan awal langkah orang yang mengarungi jalan akhi Perintah taubat dalam hadits sesuai dengan firman Allâh :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allâh dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). [At-Tahrim/66 :8]
dan firmanNya :
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allâh, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.[An-Nûr/24:31]
6. Seorang da’i hendaknya membimbing dan mengarahkan mad’unya kepada yang bermanfaat di dunia dan akhi Dalam hadits yang mulia ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan dan membimbing manusia agar diampuni dosa dan kesalahannya dengan taubat dan istighfâr. Inilah tugas penting seorang penyeru dakwah, seperti dijelaskan dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. [Al-Imrân/3:104]
7. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baiknya pendidik dan pengajar dengan perkataan dan perbuatannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang untuk bertaubat dan Beliau sendiri melakukannya sehingga memudahkan orang untuk mencontoh Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
8. Anjuran untuk memperbanyak istighfar sebagaimana juga diperintahkan Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. [Hud/11:3]
Demikian juga para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru umatnya untuk beristighfâr, seperti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamuh yang berkata:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ﴿١٠﴾ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا ﴿١١﴾ وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. [Nuh/71:10-12]
Dengan demikian jelaslah urgensi istighfar bagi setiap orang, khususnya kaum Muslimin.
Wallâhu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XXI/1439H/2018M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/11372-memperbanyak-taubat-2.html